---
🌱 1. Memahami akar masalah terlebih dahulu
Orang tua yang terlalu melindungi biasanya digerakkan oleh rasa cinta dan kecemasan berlebih. Mereka takut anaknya gagal, sedih, atau disalahpahami.
Menurut Hurlock (2003) dalam Child Development, sikap overprotective muncul karena orang tua ingin “menjamin kebahagiaan anak”, tetapi justru dapat menghambat kemandirian dan tanggung jawab moral anak.
Sebagai guru, kita tidak boleh langsung bereaksi emosional. Kita harus melihatnya sebagai bentuk kepedulian yang salah arah.
🧠2. Komunikasi dengan empati dan profesionalisme
Langkah utama adalah membangun komunikasi positif dengan orang tua.
- Lakukan pertemuan personal (bukan hanya di depan umum). Jelaskan bahwa setiap tindakan disiplin yang dilakukan bukanlah hukuman, melainkan pendidikan karakter dan pembiasaan nilai tanggung jawab.
- Gunakan kalimat empatik:
“Saya memahami Ibu/Bapak ingin yang terbaik untuk ananda. Tujuan saya sama — agar ia belajar bertanggung jawab dan menjadi pribadi yang tangguh.”
Menurut Gordon (2000) dalam Teacher Effectiveness Training, guru yang berkomunikasi dengan empati dan menjelaskan alasan pedagogis di balik tindakannya lebih mudah mendapat dukungan dari orang tua.
🧩 3. Libatkan orang tua dalam proses pembelajaran
Ajak orang tua menjadi mitra, bukan pengatur.
- Buat grup komunikasi kelas yang digunakan untuk berbagi kegiatan dan tujuan belajar.
- Sampaikan tujuan pembelajaran dan pendekatan disiplin positif sejak awal semester (misalnya melalui rapat orang tua murid).
- Libatkan mereka dalam projek kolaboratif yang menunjukkan bahwa guru dan orang tua memiliki peran saling melengkapi, bukan tumpang tindih.
Menurut Epstein (2011) dalam School, Family, and Community Partnerships, kolaborasi guru–orang tua efektif bila dibangun atas dasar “shared responsibility”, bukan kontrol sepihak.
⚖️ 4. Tegas namun tetap menghargai
Jika orang tua terlalu ikut campur dalam metode atau isi pengajaran:
- Dengarkan pendapatnya terlebih dahulu.
- Jelaskan bahwa kurikulum dan pendekatan pembelajaran sudah dirancang berdasarkan standar nasional dan perkembangan anak usia SD.
- Jika perlu, arahkan ke kepala sekolah atau wali kelas koordinator agar komunikasi tetap formal dan terstruktur.
Tegas bukan berarti keras, melainkan konsisten dengan nilai profesionalisme guru.
🌟 5. Edukasi orang tua secara halus
Gunakan momen seperti:
- Parenting class
- Buletin sekolah
- Grup WhatsApp dengan konten edukatif
Tuliskan hal-hal ringan seperti:
“Anak belajar tangguh bukan dari selalu dibantu, tapi dari diberi kesempatan mencoba dan memperbaiki.”
Ini cara elegan untuk mengubah pola pikir “strawberry parent” tanpa menyinggung langsung.
📚 Referensi Ahli
- Hurlock, E. B. (2003). Child Development (Perkembangan Anak). McGraw-Hill.
- Gordon, T. (2000). Teacher Effectiveness Training. New York: Three Rivers Press.
- Epstein, J. L. (2011). School, Family, and Community Partnerships: Preparing Educators and Improving Schools. Westview Press.
- Noddings, N. (2013). Caring: A Relational Approach to Ethics and Moral Education. University of California Press.
✋ Kesimpulan
Sebagai guru, tindakan terbaik adalah:
- Tetap berpihak pada perkembangan anak, bukan pada keinginan orang tua semata.
- Membangun komunikasi yang empatik, terbuka, dan terarah.
- Menjadi pendidik profesional yang sabar, tegas, dan konsisten.

0 Komentar