Jujur Saja, Inilah 7 Sikap Kepala Sekolah yang Diam-Diam Dibenci Guru!
Kepala sekolah adalah nahkoda — tapi kalau nahkoda lupa arah, kru akan kehilangan semangat. Di lapangan, banyak guru yang tak berani buka suara. Artikel ini membongkar tujuh sikap kepala sekolah yang sering membuat guru kecewa, tanpa basa-basi, sekaligus memberi saran perbaikan agar lingkungan sekolah kembali sehat dan produktif.
1. Otoriter: Semua Harus Sesuai Mau Saya
Keputusan yang datang dari satu pintu—tanpa musyawarah—membunuh inisiatif. Guru di lapangan punya pengalaman praktis yang berharga; menutup ruang dialog sama dengan membuang sumber solusi.
Solusi: Terapkan rapat berkala yang berorientasi solusi, dengarkan laporan guru, dan terapkan keputusan berdasarkan data dan diskusi.
2. Tidak Adil: Favoritisme yang Membuat Ruang Kerja Pahit
Ketika tugas, promosi, dan kesempatan pelatihan berputar hanya di antara beberapa nama favorit, moral tim menurun. Ketidakadilan merambat pelan, tapi berdampak besar.
Solusi: Buat kriteria transparan untuk pembagian tugas dan promosi; gunakan rotasi tugas agar semua punya kesempatan berkembang.
3. Inkonsekuen: Kebijakan Hari Ini, Contradik Besok
Ketidakpastian aturan—yang berubah-ubah tanpa alasan—menciptakan kebingungan. Guru butuh kepastian untuk merencanakan pembelajaran dan manajemen kelas.
Solusi: Dokumentasikan kebijakan, komunikasikan perubahan lebih awal, dan berikan alasan jelas saat kebijakan direvisi.
4. Gagal Menjadi Teladan: Minta Disiplin, Tapi Sendiri Langgar
Kepemimpinan tanpa teladan kehilangan legitimasi. Kalau kepala terlambat, mengabaikan etika, atau tidak transparan soal penggunaan dana—respek pun runtuh.
Solusi: Kepala harus konsisten menjadi contoh—kehadiran, profesionalitas, dan integritas harus terlihat setiap hari.
5. Tidak Empatik: Beban Banyak, Dukungan Sedikit
Menuntut hasil tanpa menyediakan sumber daya atau memperhatikan beban kerja guru menciptakan kejenuhan. Guru juga manusia—mereka butuh dukungan, bukan hanya target.
Solusi: Lakukan survei beban kerja, kurangi birokrasi yang tak perlu, dan sediakan waktu atau sumber bagi guru untuk pengembangan profesional.
6. Kurang Visioner: Rutinitas yang Membunuh Kreativitas
Kepala yang hanya mengulang ritual tanpa mendorong inovasi membuat sekolah stagnan. Guru ingin tumbuh; tanpa visi, motivasi mudah luntur.
Solusi: Rumuskan visi jangka menengah yang konkret—misal penguatan literasi digital, pendekatan tematik, atau kemitraan komunitas—dan libatkan guru dalam perumusannya.
7. Gagal Membangun Tim: Sekolah Bukan Arena Kompetisi Internal
Ketika hubungan kepala-guru terasa hirarkis dan dingin, komunikasi terhambat dan kolaborasi pun tidak terjadi. Sekolah yang sehat tumbuh dari rasa saling percaya.
Solusi: Bangun rutinitas kebersamaan (workshop, refleksi bersama, atau kegiatan ringan) dan praktikkan komunikasi dua arah yang jujur namun sopan.
Penutup — Kenapa Ini Penting
Menunjuk masalah tidak sama dengan menghakimi. Tujuan membuka daftar ini adalah mendorong perubahan: kepala sekolah yang menyadari kesalahan bisa menata kembali hubungan dan budaya sekolah. Ketika kepala dan guru berada di jalur yang sama, muridlah yang paling beruntung.

0 Komentar