Ticker

6/recent/ticker-posts

Bahasa Portugis dalam Kurikulum? Gagasan Menarik, Tapi Belum Saatnya ( sebuah pandangan pribadi )

 


Oleh: Seorang Pendidik

Pagi itu saya duduk di ruang guru sambil menyiapkan bahan ajar membaca pemahaman untuk siswa kelas lima. Di sekeliling saya, beberapa rekan guru masih sibuk mengoreksi lembar kerja anak-anak. Ada yang mengeluh pelan, “Anak-anak ini membaca saja masih terbata-bata, apalagi menulis kalimat panjang.”
Kalimat itu menancap kuat di kepala saya.

Di tengah perjuangan kami meningkatkan literasi dan numerasi, tiba-tiba muncul wacana baru: bahasa Portugis akan masuk ke kurikulum nasional. Saya tersenyum kecil — bukan menolak, tapi lebih karena teringat perjalanan panjang dunia pendidikan kita.

Wacana yang Muncul dari Kerja Sama Global

Kabar ini berawal dari kerja sama antara Indonesia dan Brasil yang baru saja ditandatangani dalam bidang energi, pertahanan, hingga pendidikan.
Brasil adalah negara berbahasa Portugis terbesar di dunia, dan tidak bisa dipungkiri, hubungan ini membuka peluang baru.

Saya mengerti arah pikirannya: kalau hubungan ekonomi dan diplomasi semakin kuat, tentu penguasaan bahasa Portugis bisa menjadi jembatan.
Bahasa, bagaimanapun, adalah pintu menuju pemahaman antarbangsa.

Namun, Realita Sekolah Belum Selesai dengan Hal Dasar

Tapi mari saya ajak Anda melihat dari sisi ruang kelas — tempat kami berdiri setiap hari.
Kami masih berjuang memastikan anak-anak bisa membaca dengan lancar, memahami teks sederhana, dan menghitung dengan nalar.

Dalam pelatihan Kurikulum Merdeka, kami belajar tentang pembelajaran mendalam — bagaimana membuat siswa benar-benar memahami konsep, bukan sekadar menghafal. Tapi di lapangan, kami masih sering tertatih.
Anak-anak datang dari latar belakang yang beragam, tidak semua punya dukungan belajar di rumah, dan buku bacaan bermutu masih belum merata.

Jadi, ketika muncul wacana menambah bahasa asing baru, saya tidak bisa menahan diri untuk bertanya dalam hati:

“Sudahkah anak-anak kita benar-benar menguasai bahasa ibunya sendiri sebelum belajar bahasa yang jauh di seberang lautan?”

Antara Cita-Cita Global dan Kesiapan Lokal

Saya tidak menolak gagasan itu.
Bahasa Portugis memang menarik — digunakan oleh lebih dari 260 juta orang dan menjadi salah satu bahasa penting dunia.
Jika direncanakan matang, ia bisa membuka peluang besar: riset bersama Brasil, pertukaran pelajar, bahkan kerja sama ekonomi di masa depan.

Namun, kesiapan adalah kunci.
Kita belum memiliki guru yang kompeten di bidang itu, belum ada buku ajar yang sesuai konteks Indonesia, bahkan laboratorium bahasa pun masih terbatas di banyak sekolah.

Menambah pelajaran baru tanpa kesiapan bisa membuat tujuan baik berubah menjadi beban baru — baik bagi siswa maupun guru.

Langkah Kecil yang Lebih Realistis

Saya lebih sepakat jika bahasa Portugis diperkenalkan secara bertahap, misalnya:

  • Sebagai mata pelajaran pilihan (elective) di sekolah yang siap,

  • Atau sebagai muatan lokal di daerah tertentu seperti Nusa Tenggara Timur yang memiliki kedekatan historis dengan Timor Leste,

  • Dan yang paling ideal, dimulai di universitas, agar tersedia calon guru dan sumber daya pendukung.

Dengan cara ini, kita tidak menutup pintu globalisasi, tapi juga tidak mengabaikan kenyataan di ruang kelas kita sendiri.

 Mengajar Itu Tentang Realita dan Harapan

Bagi kami para guru, setiap perubahan kurikulum bukan sekadar berita, tapi tantangan nyata.
Kami belajar lagi, menyesuaikan, dan menyiapkan hati untuk hal-hal baru — sambil tetap menjaga semangat agar siswa tidak tertinggal.

Bahasa Portugis boleh jadi pintu masa depan, tapi pintu pertama yang harus kita buka adalah kemampuan anak-anak memahami dunia lewat bahasa mereka sendiri.
Jika mereka sudah kuat membaca, menulis, dan berpikir kritis dalam bahasa Indonesia, maka mempelajari bahasa asing apa pun akan menjadi perjalanan yang menyenangkan, bukan beban.


🪶 Tulisan reflektif seorang pendidik yang percaya bahwa kemajuan bangsa dimulai dari literasi

, numerasi, dan pembelajaran yang berpihak pada realita siswa, bukan sekadar wacana global.

Posting Komentar

0 Komentar